Kemarau, Tambahan Beban bagi Petani

Oleh SIWI NURBIAJANTI

Sejumlah petani di Desa Siasem, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, masih terlihat sibuk di sawah, meskipun matahari hampir tepat berada di atas kepala. Terik matahari yang terasa membakar kulit tidak mengurangi semangat mereka dalam bekerja.

Siang itu para petani bawang merah dan cabai di desa tersebut sedang menyedot air dari dalam sumur pantek atau sumur bor untuk dialirkan ke sawah mereka. Pekerjaan itu mereka lakukan karena saat ini ketersediaan air di sawah mulai berkurang.

Usman (50), petani bawang merah di Desa Siasem, Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, mengatakan, hampir semua petani di wilayahnya harus menyedot air dari sumur pantek atau disebut ngocor pada musim kemarau seperti saat ini karena sawah mereka merupakan sawah tadah hujan sehingga pada musim kemarau ketersediaan air tidak mencukupi.

Ia mengaku mulai menyedot air dari sumur pantek sejak dua minggu terakhir atau satu minggu setelah tanam. Hal itu dilakukan setiap tiga hari sekali, mulai pukul 06.00 hingga 12.00.

Air yang diperoleh disalurkan ke selokan yang ada di sela-sela tanaman bawang merah, di atas lahannya seluas 2.000 meter persegi. Air dalam selokan itu kemudian digunakan untuk menyiram tanaman bawang merah pada sore harinya.

Menurut Usman, aktivitas itu harus dilakukan hingga panen atau saat tanaman bawang merah mulai berumur 55 hingga 60 hari. Semakin kering kondisi tanah di areal pertanian tersebut, intensitas pemompaan air harus semakin ditingkatkan. Bahkan, tidak jarang petani harus menyedot air dari sumur pantek setiap hari sebab air yang diperoleh akan segera terserap kembali ke tanah.

Usman mengatakan, selain menguras banyak tenaga, menyedot air dengan pompa air juga menimbulkan biaya tinggi bagi petani. Biaya yang harus ditanggung petani meliputi biaya pembuatan sumur pantek, biaya pembelian atau sewa mesin pompa air, dan biaya pembelian bahan bakar mesin pompa air.

Menurutnya, pengeluaran terbesar ada pada biaya pembelian bahan bakar dan sewa mesin pompa air. Untuk mengairi sawah selama enam jam, ia membutuhkan bensin sebanyak tiga liter, seharga Rp 15.000. Biaya sewa mesin pompa air mencapai Rp 10.000 per jam. Sementara biaya pembuatan sumur pantek relatif lebih murah. Terlebih sumur pantek yang sudah dibuat dapat digunakan untuk jangka waktu beberapa tahun.

Ia mengaku membuat sumur pantek sejak lima tahun silam dengan kedalaman sumur mencapai 12 meter. Saat itu, biaya pembuatan sumur Rp 250.000. Hingga saat ini, sumur tersebut masih dapat digunakan dengan baik.

Usman mengatakan, tingginya biaya pengadaan air tersebut menyebabkan berkurangnya keuntungan petani.

Pada musim tanam lalu, dia mengaku menghabiskan biaya sekitar Rp 3,5 juta untuk mengolah dan merawat tanamannya. Saat itu, air yang digunakan untuk mengairi sawah diperoleh dari hujan. Hasil panen yang diperoleh hanya sekitar Rp 5 juta.

Meskipun demikian, petani tidak memiliki pilihan lain sebab bila sawah dibiarkan kering, petani tidak akan dapat berproduksi dan terpaksa menganggur. Hal itu justru menimbulkan masalah . Ropii (32), petani lainnya di Desa Siasem juga mengungkapkan hal senada. Menurutnya, setiap musim kemarau, petani selalu dihadapkan pada persoalan dilematis. Apabila memilih berproduksi, mereka harus siap mengeluarkan biaya besar. Namun apabila memilih tidak berproduksi, mereka tidak memiliki pekerjaan lain yang bisa dilakukan.

Menurut Ropii, selain dihadapkan pada biaya pengadaan air, saat ini petani juga dihadapkan pada munculnya serangan hama sebab musim kemarau merupakan musim potensial bagi perkembangbiakan hama bawang merah, terutama ulat. Oleh karena itu, petani harus melakukan perawatan secara lebih intensif terhadap tanaman mereka.