Intrusi Air Laut di Jakarta
WOW! Jakarta ternyata bebas dari intrusi air laut. Artinya, tidak ada pencemaran air tanah-dangkal maupun dalam-oleh air laut. Kecuali di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Itu pun cakupan luasnya cuma sedikit, sepanjang sekitar 100 meter dari pantai. Wilayah lain daratan Jakarta bebas intrusi air laut. Itulah hasil penelitian Dinas Pertambangan DKI Jakarta.

Padahal, selama ini ihwal intrusi air laut itu disebut-sebut sudah mencapai kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Ini cukup membuat warga gusar karena air tanah yang tercemar air laut tidak bisa diminum. Kerugian lain dari intrusi air laut adalah pada perekonomian rakyat. Lahan yang tadinya subur tak lagi bisa diolah karena tercemar air laut.

Wetlands International Indonesia Programme (WI-IP) yang berkantor di Bogor sudah lama menyoal masalah intrusi air laut tersebut. Nyoman Suryadiputra, Direktur Teknis WI-IP, yang dihubungi minggu ketiga Maret mengatakan, intrusi air laut ke daratan Jakarta sudah mencapai 15 kilometer. Itu sama dengan "konsep" yang ada di benak setiap insan warga Jakarta selama ini, yakni sudah mencapai kawasan Monas!

Nyoman Suryadiputra me-nyebut beberapa penyebab intrusi air laut. Di antaranya, rusaknya hutan bakau yang berfungsi sebagai pencegah intrusi air laut. Tahun 1980-an, luas hutan bakau di Jawa Barat sekitar 66.000 hektar. Tetapi saat ini tinggal sekitar 5.000 hektar. Untuk pantai Jakarta, hutan mangrove kini tinggal sekitar 100 hektar lagi. "Restorasi pantai harus segera dilakukan untuk mencegah intrusi air laut," kata Nyoman.
***

"KALAU ada yang bilang intrusi air laut terjadi di Jakarta, itu salah," kata Ir Harris, staf peneliti di Dinas Pertambangan DKI Jakarta, saat dihubungi minggu ketiga Maret.

Menurut Harris, pada tahun 1995, Dinas Pertambangan DKI Jakarta melakukan penelitian bersama-sama LIPI, BPPT, ITB, dan DGTL (Direktorat Geologi Tata Lingkungan). Hasilnya, tidak terjadi intrusi air laut ke daratan Jakarta.

Lalu, bagaimana menjelaskan atas kenyataan terdapatnya sejumlah sumur dangkal yang airnya asin? Harris mengatakan, hasil penelitian geologi menunjukkan, sekitar 1,2 juta tahun lalu, kawasan yang sekarang dikenal sebagai Jakarta merupakan perairan laut. Pantainya saat itu berada di kawasan Bukit Kapur, Cileungsi, Bogor. "Maka, bila masih ditemukan air asin di daratan Jakarta sekarang ini, itu disebut connect water, sisa air laut zaman dulu itu," kata Harris.

Contoh lain yang disebut Harris untuk membuktikan hal itu, ketika satu perusahaan swasta melakukan pengeboran minyak di kawasan Arco Sawangan, Depok, yang menyembur adalah air asin.

Karena pernah menjadi perairan laut, kata Harris lagi, daratan Jakarta didominasi lapisan impermiable, lapisan yang tidak bisa ditembus air. Aquifer, lapisan penyimpan air tanah, berada pada posisi di atas batuan dasar atau blockfaulting. Kecuali di sekitar Cilincing, lapisan tanahnya adalah pasir yang sifatnya permiable, bisa ditembus air. Karena itulah, di kawasan itu terjadi intrusi air laut. "Ini adalah hal lumrah karena memang begitulah sifatnya. Bila lapisan tanah permiable, selalu akan terjadi intrusi air laut," kata Harris.

***

WI-IP tetap percaya terjadi intrusi air laut ke daratan Jakarta. Salah satu penyebabnya adalah penyedotan air tanah, baik air dangkal, hingga kedalaman 40 meter, maupun air dalam, mulai 60 meter ke atas. Karena itu, Nyoman Suryadiputra dari WI-IP menyarankan agar penyedotan air tanah diawasi secara ketat oleh Pemerintah Daerah Ibu Kota.

Dinas Pertambangan DKI Jakarta selaku pengelola air tanah-dangkal dan dalam-mengakui pernyataan Nyoman tersebut. Tetapi, Harris, staf ahli di Dinas Pertambangan, menyatakan, pihaknya sulit untuk tidak menyetujui penyedotan air tanah. Sering terjadi, investor belum bisa menjalankan usahanya karena masalah air. PDAM Jakarta tak mampu memenuhinya. Sebab itu, kepada mereka diberikan izin pemanfaatan air tanah.

Pemberian izin itu, kata Harris, juga dikaitkan dengan sifatnya, yakni air tanah selalu bisa diperbarui. Artinya, akan bisa terganti oleh air hujan yang meresap ke dalam tanah. "Karena itu, dengan pengawasan yang ketat, air tanah bisa saja dimanfaatkan," katanya.

Hanya saja, diakui Harris, selalu saja ada yang mencuri dan tidak mengurus izin pemanfaatan air tanah ke Dinas Pertambangan DKI Jakarta.

Aturan tentang tata cara pemanfaatan dan pembayaran pajak air tanah tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur Jakarta Nomor 88 Tahun 1999. Sementara harga dasar air tanah dirinci dalam Surat Keputusan Gubernur No 4554/ 1999.

Harris tak merinci pengalokasian dana hasil pajak yang diterima dari air tanah. Hanya saja, menurut Nyoman Suryadiputra, dana tersebut sebaiknya dialokasikan untuk membuat daerah resapan baru atau memperdalam situ-situ yang ada di kawasan Jabotabek (Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi).

Situ merupakan kawasan retensi air hujan, atau kawasan parkir sebelum meresap ke dalam tanah. Jabotabek pernah memiliki 219 situ, tetapi kini tinggal 164 buah dengan luas total 1.990 hektar. Itu pun dalam kondisi rusak akibat dijadikan tempat pembuangan sampah.

***

BETAPApun terdapat perbedaan analisa antara Dinas Pertambangan DKI Jakarta dan WI-IP, kita hargai kerja Dinas Pertambangan DKI Jakarta dan WI-IP. Dihargai karena mereka masih peduli terhadap lingkungan, sementara politisi bangsa ini asyik berkelahi.

Hal lain yang juga sudah mulai mengkhawatirkan saat ini adalah tercemarnya air permukaan (sungai-sungai) dan air tanah dangkal serta dalam oleh limbah rumah tangga dan industri.

Di beberapa tempat, seperti di Ciracas dan Kapuk Kamal, Jakarta Utara, telah terjadi pencemaran air tanah oleh limbah B3 dan limbah aki sehingga sumur warga tak lagi bisa diminum. "Ini jauh lebih berbahaya dan perlu secepatnya ditanggulangi," kata Nyoman Suryadiputra.

Hanya saja, belum jelas siapa atau lembaga mana yang harus menanggulanginya.... (Bob Hutabarat)