Manajemen Bencana
Manajemen Bencana
Pekan lalu, gempa yang menggoyang kehidupan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah memang menggugah perhatian kita. Pasalnya, ternyata banyak desa yang terdiri atas 50-80-an keluarga tidak terjangkau bantuan dan melewati hidup mereka dalam kepedihan dan luka akibat gempa yang menewaskan lebih dari 5.000 jiwa.
Salah satu desa yang didatangi Kompas sebenarnya tidak jauh letaknya dari jalan raya antara Solo-Yogyakarta. Namun, entah kenapa bantuan yang seharusnya mereka terima tidak kunjung sampai sehingga mereka pun harus tidur dan berteduh di pinggir sawah, berharap ada yang membantu mereka ke luar dari kesengsaraan.
Ironis
Ironisnya, dekat desa tersebut terdapat menara-menara base station yang melayani ponsel dari berbagai operator. Menjadi memilukan kalau kita membayangkan betapa kemajuan teknologi komunikasi informasi ternyata tidak bisa mengangkat harkat dan kehidupan rakyat jelata.
Bahkan, base station ini pun tidak bisa membantu sedikit pun orang-orang desa yang rumahnya rata dengan tanah akibat gempa yang terjadi di laut tidak jauh dari pantai. Yang memedihkan adalah anak-anak kecil yang tidak berdaya dan hanya bertahan dari kemampuan orangtua mereka untuk mencari makan. Tetapi, bantuan pun tidak segera mereka peroleh.
Kita pun berpikir apa yang salah? Kenapa teknologi seluler tidak bisa membantu mereka yang membutuhkan? Bukankah kemajuan teknologi komunikasi informasi seharusnya bisa menyelamatkan manusia dari ancaman bahaya alam maupun yang dibuat oleh manusia? Di mana salahnya?
Ketika kawasan barat Aceh sampai ke ibu kota provinsi dilanda tsunami akibat gempa dahsyat, seluruh sistem teknologi komunikasi informasi hancur lenyap tertelan air laut. Tidak ada teknologi yang disisakan tsunami yang merengut ratusan ribu nyawa anak manusia.
Kita pun bergegas ke Aceh membawa segala macam peralatan teknologi komunikasi informasi. Teknologi satelit kita dirikan, akses internet digelar agar diseminasi informasi bisa diserap secepatnya oleh siapa saja yang membutuhkan bantuan serta menyalurkan bantuan yang tepat guna.
Di Bantul (DIY) dan wilayah-wilayah yang terkena gempa lainnya, sistem teknologi komunikasi informasi tetap berdiri. Berbagai situs web pun sudah menyalurkan informasi mengenai korban, kerusakan, dan kebutuhan yang diperlukan pascagempa. Tetap saja ada desa di salah satu sudut di kawasan Bantul yang tidak terjamah oleh semua itu. Di mana salahnya? Mungkin secara serius kita harus mengkaji semua upaya ini untuk menghasilkan sistem manajemen bencana yang utuh. Sudah terlalu banyak korban manusia yang berjatuhan.
Dunia Pompa : Dunia Pompa Air Bersih Sumur Bor Artesis Atasi Bau Kering Kuning Tercemar dan Keruh
Pekan lalu, gempa yang menggoyang kehidupan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah memang menggugah perhatian kita. Pasalnya, ternyata banyak desa yang terdiri atas 50-80-an keluarga tidak terjangkau bantuan dan melewati hidup mereka dalam kepedihan dan luka akibat gempa yang menewaskan lebih dari 5.000 jiwa.
Salah satu desa yang didatangi Kompas sebenarnya tidak jauh letaknya dari jalan raya antara Solo-Yogyakarta. Namun, entah kenapa bantuan yang seharusnya mereka terima tidak kunjung sampai sehingga mereka pun harus tidur dan berteduh di pinggir sawah, berharap ada yang membantu mereka ke luar dari kesengsaraan.
Ironis
Ironisnya, dekat desa tersebut terdapat menara-menara base station yang melayani ponsel dari berbagai operator. Menjadi memilukan kalau kita membayangkan betapa kemajuan teknologi komunikasi informasi ternyata tidak bisa mengangkat harkat dan kehidupan rakyat jelata.
Bahkan, base station ini pun tidak bisa membantu sedikit pun orang-orang desa yang rumahnya rata dengan tanah akibat gempa yang terjadi di laut tidak jauh dari pantai. Yang memedihkan adalah anak-anak kecil yang tidak berdaya dan hanya bertahan dari kemampuan orangtua mereka untuk mencari makan. Tetapi, bantuan pun tidak segera mereka peroleh.
Kita pun berpikir apa yang salah? Kenapa teknologi seluler tidak bisa membantu mereka yang membutuhkan? Bukankah kemajuan teknologi komunikasi informasi seharusnya bisa menyelamatkan manusia dari ancaman bahaya alam maupun yang dibuat oleh manusia? Di mana salahnya?
Ketika kawasan barat Aceh sampai ke ibu kota provinsi dilanda tsunami akibat gempa dahsyat, seluruh sistem teknologi komunikasi informasi hancur lenyap tertelan air laut. Tidak ada teknologi yang disisakan tsunami yang merengut ratusan ribu nyawa anak manusia.
Kita pun bergegas ke Aceh membawa segala macam peralatan teknologi komunikasi informasi. Teknologi satelit kita dirikan, akses internet digelar agar diseminasi informasi bisa diserap secepatnya oleh siapa saja yang membutuhkan bantuan serta menyalurkan bantuan yang tepat guna.
Di Bantul (DIY) dan wilayah-wilayah yang terkena gempa lainnya, sistem teknologi komunikasi informasi tetap berdiri. Berbagai situs web pun sudah menyalurkan informasi mengenai korban, kerusakan, dan kebutuhan yang diperlukan pascagempa. Tetap saja ada desa di salah satu sudut di kawasan Bantul yang tidak terjamah oleh semua itu. Di mana salahnya? Mungkin secara serius kita harus mengkaji semua upaya ini untuk menghasilkan sistem manajemen bencana yang utuh. Sudah terlalu banyak korban manusia yang berjatuhan.
Dunia Pompa : Dunia Pompa Air Bersih Sumur Bor Artesis Atasi Bau Kering Kuning Tercemar dan Keruh
0 comments:
Post a Comment