Pengelolaan Bencana: Pengelolaan Kerentanan Masyarakat

Dunia Pompa : Dunia Pompa Air Bersih Sumur Bor Artesis Atasi Bau Kering Kuning Tercemar dan Keruh

Pengelolaan Bencana: Pengelolaan Kerentanan Masyarakat
Banjir bandang Bahorok yang memakan korban ratusan jiwa
Banjir bandang Bahorok yang memakan korban ratusan jiwa

Memahami Bencana Ekologi Bukan Sebagai Keniscayaan Alam

Indonesia dalam Konteks Geografis

Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang rawan terhadap bencan. Kepulauan Indonesia termasuk dalam wilayah Pacific Ring of Fire (deretan gunung berapi Pasifik), yang bentuknya melengkung dari utara Pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara. Kepulauan Indonesia juga terletak di pertemuan dua lempeng tektonik dunia dan dipengaruhi oleh 3 gerakan, yaitu Gerakan Sistem Sunda di bagian barat, Gerakan Sistem pinggiran Asia Timur dan Gerakan Sirkum Australia. Kedua faktor tersebut menyebabkan Indonesia rentan terhadap letusan gunung berapi dan gempa bumi.

Meskipun kepulauan Nusantara mempunyai sifat iklim tropis, namun secara mikro tiap pulau mempunyai karakteristik tersendiri, mulai dari Sumatera hingga ke Papua sifat iklimnya semakin kering. Musim di Indonesia dipengaruhi oleh letak kepulauan yang berada di antara 2 samudera (Hindia dan Pasifik) dan 2 benua (Asia dan Australia). Angin muson barat yang bertiup dari Asia dan Pasifik mengakibatkan terjadinya musim penghujan, sementara agin muson timur yang bertiup dari Australia mengakibatkan musim kemarau.

Kerusakan Ekologi dan Bencana

Pengurasan sumberdaya alam dengan cara-cara yang merusak telah mengakibatkan rusaknya keseimbangan ekologis. Ketika hutan musnah, tidak hanya flora dan fauna yang hilang, tapi juga telah menyebabkan terjadinya rentetan bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan yang telah menelan korban jiwa dan kerugian material yang tidak sedikit. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2004 tercatat sekitar 700 kejadian bencana yang menelan tidak kurang dari 3000 korban jiwa disertai kerugian material sebesar ratusan milyar rupiah.

Lingkungan tidak pernah dilihat dalam bagian yang intergral dalam pembangunan. Lingkungan telah dieksploitasi demi meningkatkan devisa dan mendongkrak pendapatan negara, namun hal itu tidak dibarengi dengan penyelamatan dan rehabilitasi. Kemesraan antara pemerintah dengan pemilik modal, seperti pelaku pertambangan, pelaku HPH, dan investor, menjadikan pemerintah tidak lagi mampu melihat dengan jernih persoalan-persoalan yang melilit rakyatnya sehingga pada saat pemerintah dihadapkan pada pilihan antara rakyat dengan pemilik modal, maka pilihan akan jatuh pada pemilik modal. Tak ayal lagi, ruang gerak rakyat makin sempit dan terjepit, sementara keuntungan dibawa lari oleh pemilik modal. Yang tersisa adalah lingkungan yang rusak, kondisi sosial ekonomi yang rapuh, kondisi fisik lingkungan tak bisa dibenahi lagi serta meluasnya berbagai konflik horisontal dalam masyarakat.

Bencana Bukanlah Takdir

Alasan yang selalu didengungkan oleh pemerintah terhadpa kejadian bencana di Indonesia adalah dengan menyalahkan alam dan tidak pernah bercermin pada proses pengrusakan yang dilanggengkan pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya. Kalaupun ada pengakuan bahwa faktor lingkungan hidup menjadi faktor penyebab dari terjadinya bencana tersebut, hal itu sebatas diskursus di tingkat eksekutif dan legislatif. Bahkan, terkesan malah sebagai bagian dari ‘berebut’ proyek antar departemen pasca bencana.

Kerentanan dan Bencana

Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang dilakukan tanpa memperhatikan aspek-aspek kelestarian dan daya dukung lingkungan telah menyebabkan perubahan kondisi lingkungan hidup secara sangat cepat dan masif. Kondisi ini menyebabkan masyarakat berada pada kondisi yang rentan. Bencana terjadi ketika masyarakat tidak dapat mengatasi kerentanan tersebut. Kerentanan menjadi tidak tertanggulangi karena kecepatan adaptasi masyarakat terhadap perubahan lingkungan sekitarnya (yg meningkatkan kerentanan) jauh tertinggal dari kecepatan perubahan lingkungan itu sendiri. Secara alamiah masyarakat sebenarnya melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan secara evolutif. Namun untuk konteks saat ini dimana laju kerusakan lingkungan hidup sangat cepat, maka harus dilakukan pula percepatan terhadap proses adaptasi masyarakat, untuk meminimalisir dampak (damage control).

Konteks Pendekatan Terhadap Kerentanan dan Bencana

Adalah salah bila mengatakan bahwa melakukan pemberdayaan masyarakat dalam kondisi yang rentan akan krisis ekologi dan tengah mengalami ancaman terhadap bencana adalah sesuatu hal yang tidak mungkin. Karena masyarakat sesungguhnya mempunyai cara sendiri untuk bertahan dalam kondisi tersebut (coping mechanism).

Masalah kerentanan inilah yang menjadi fokus utama advokasi WALHI atas kerentanan dan bencana. Hal ini bertujuan untuk mengubah keadaan dari situasi kerentanan tinggi-kapasitas rendah ke arah keadaan di mana kerentanan dikurangi dan kapasitas ditingkatkan. Hal ini akan dapat meminimalisir terjadinya korban dan dapat melakukan upaya pemulihan yang lebih mengutamakan kapasitas lokal. Sehingga penting bagi kita melakukan assesment dan mengelaborasi kemampuan lokal sebagai dasar utama dari aktivitas pengelolaan bencana. Adapun jenis kerentanan yang ada saat ini meliputi kerentanan fisik/material, kepasitas sosial/kelembagaan, dan kapasitas sikap/motivasi.

Mengapa Perlu Fokus pada Kerentanan?

Karena masalah bencana ini tidak pernah ditangani secara menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya adalah tidak adanya kebijakan pemerintah yang integral, sehingga bencana ditangani secara parsial, bahkan antar-departemen seringkali tidak terjalin koordinasi. Lebih parah lagi, bencana hanya ditangani degan pendekatan emergency response (tanggap darurat). Semantara itu, pasca bencana rakyat dibiarkan dengan penderitaan yang menimpanya. Kasus Bahorok, misalnya, rakyat dibiarkan beberapa bulan tanpa aktivitas dan hidup di penampungan. Selain itu, pemerintah tidak hanya lambat. Namun, juga jarang menyertakan masyarakat untuk membahas persolaan mereka sendiri tentang apa yang dibutuhkan dan apa yang seharusnya dilakukan.

Selain itu, faktor analisis kerentanan juga kurang diperhatikan. Korban seharusnya bisa diminimalisir apabila ada analisis kerentanan yang disertai dengan early warning system (kehati-hatian dini) sehingga rakyat bisa menghindar bila terjadi bencana.

0 comments:

Post a Comment

Jasa Pembuatan Sumur Bor Artesis

Jasa Kontraktor Proyek Pembuatan Sumur Bor Artesis Air Tanah Perumahan, Hotel maupun Industri

Didukung Ahli dan Tukang Berpengalaman Kami Menawarkan Jasa pembuatan sumur bor Artesis untuk beragam keperluan baik perumahan, Hotel dan Industri.Pengeboran Dilakukan dengan Mesin Bor Khusus yang relatif lebih cepat dan memiliki kemampuan yang cukup untuk memperoleh kedalaman sesuai dengan sumber air yang ada. 30 -200 meter.

Hubungi

Tel/Fax :021-73888872, 021-7372864,021-70692409

Mengatasi Masalah Air Bau, Keruh, Kuning, Tercemar Logam dll, GARANSI.

Air Bersih, Kini Tidak Masalah Lagi

Jasa Kontraktor Proyek Pembuatan Sumur Bor Artesis Air Tanah Perumahan, Hotel maupun Industri Didukung Ahli dan Tukang Berpengalaman Kami Menawarkan Jasa pembuatan sumur bor Artesis untuk beragam keperluan baik perumahan, Hotel dan Industri.Pengeboran Dilakukan dengan Mesin Bor Khusus yang relatif lebih cepat dan memiliki kemampuan yang cukup untuk memperoleh kedalaman sesuai dengan sumber air yang ada. 30 -200 meter.

Hubungi

Tel/Fax :021-73888872, 021-7372864,021-70692409

Mengatasi Masalah Air Bau, Keruh, Kuning, Tercemar Logam dll, GARANSI.

Air Bersih, Kini Tidak Masalah Lagi