Tanpa Sepengetahuan Pabrik, Warga Cek Pencemaran

SIAPA bilang tugas pengendalian kualitas lingkungan hanya di tangan pemerintah? Masyarakat tanpa memandang tingkat pendidikan, juga mampu melakukan pemantauan secara langsung terhadap kualitas lingkungan di sekitarnya. Hasil pemantauan itu bisa menjadi panduan bagi pemerintah untuk memberikan peringatan, bahkan sanksi terhadap pihak pencemar lingkungan.
DADANG Safaat (38), warga Desa Cimerang Kec. Padalarang Kab. Bandung memperlihatkan data hasil pemantauannya terhadap sebuah pabrik kosmetika di tempatnya, Kamis (24/5).*DENI YUDIAWAN/"PR"

Masyarakat di Desa Cimerang Kec. Padalarang Kab. Bandung adalah salah satu contoh. Tingginya tingkat pencemaran lingkungan--terutama pencemaran air-- di Desa Cimerang sangat mencemaskan. Tidak sedikit warga mengalami gatal-gatal setelah bersentuhan dengan air yang tercemar tersebut.

Sejumlah relawan yang tergabung dalam jejaring Keswadayaan Masyarakat dalam Menjaga Mutu Air Sungai (KM3AS) bekerja sama dengan PT PLN dan Universitas Indonesia menjadikan Desa Cimerang sebagai salah satu studi kasusnya. Sejumlah warga desa diberi pelatihan sederhana untuk mencatat setiap perubahan kondisi lingkungan di sekitarnya. Berdasarkan hasil kesepakatan, kemudian ditentukan tiga buah pabrik yang akan dipantau secara intensif.

Warga yang melakukan pemantauan pun dipilih. Pemantauan berupa pengecekan sungai di sekitar pabrik, apakah terjadi pencemaran atau tidak. Tentu, pemantauan dilakukan sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui pihak pabrik.

Dadang Safaat (38), salah seorang warga Cimerang, terkenal cukup giat melakukan pemantauan kualitas air sungai di sekitar desanya. Meski pendidikan Dadang tak mencapai pendidikan tinggi, ia membuat metode sendiri dalam pemantauan itu dan menyebutnya “memeha dan menyuhu”.

“Maksudnya, melakukan pengukuran pH (tingkat keasaman air) dan pengukuran suhu. Dengan dua indikator itu dapat diketahui tingkat pencemarannya,” katanya. Dadang, dibekali sejumlah kertas lakmus dan sebatang termometer. Hasil pemantauan ia tulis dalam selembar kertas yang selalu dibawa ke mana pun pergi.

Dadang mengakui, penelitian yang lebih kompleks seperti mengukur kadar BOD (Biochemical Oxygen Dissolve) , COD (Chemical Oxygen Dissolve), tak dilakukan karena terlalu rumit. Ia hanya berpatokan, kalau nilai pH lebih besar dari 7 dan suhu lebih dari 24oC , pencemaran sedang terjadi.

Meski sering dicurigai oleh satpam pabrik, sebanyak empat kali dalam sehari Dadang melakukan pengukuran, mulai pagi hingga malam hari. Dari hasil pencatatan dapat dilihat, jam berapa biasanya pabrik tersebut membuang limbahnya.

**

PEMANTAUAN kualitas air sungai yang dilakukan Dadang selalu dilaporkan kepada Kepala Desa Cimerang, Agus Maman. Melalui mediasi KM3AS, hasil itu kemudian dilaporkan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kab. Bandung. Tak lama setelah itu, DLH pun melakukan verifikasi di lapangan dan melakukan peneguran terhadap pabrik yang melakukan pencemaran.

Sejumlah staf di DLH Kab. Bandung mengakui, peran masyarakat dalam melakukan pemantauan lingkungan sangat membantu tugas-tugas mereka di lapangan. Masyarakat diharapkan tidak segan-segan melaporkan ke DLH jika terbukti telah terjadi pencemaran lingkungan.

Keberhasilan pemantauan lingkungan itu dipaparkan dalam dialog lingkungan di SMAN 1 Batujajar Kab. Bandung, Kamis (24/5). Dialog yang bertajuk “Desa dan Air Sungai Bersih, Anak Cucu Sehat Cerdas Sejahtera” itu dihadiri sejumlah stakeholder yang terkait dengan upaya penyelamatan DAS Citarum, termasuk Waduk Saguling di wilayah Kab. Bandung.

Meski digelar dalam sebuah ruangan kelas SMA, Deputi Direktur Lingkungan Hidup dan Keselamatan Ketenagalistrikan PLN Pusat, Rachmadi Danuatmadja, hadir dalam pertemuan itu. Pada dialog sebelumnya, pakar lingkungan Prof. Otto Soemarwoto juga sempat memberikan pandangannya terhadap penyelamatan lingkungan di sekitar DAS Citarum, khususnya wilayah Waduk Saguling. (Deni Yudiawan/”PR”)***
Dunia Pompa : Dunia Pompa Air Bersih Sumur Bor Artesis Atasi Bau Kering Kuning Tercemar dan Keruh